Jakarta, IDN Times - UNICEF menyebutkan adanya keharusan mendesak untuk menolong anak-anak di Myanmar. Hal ini disebabkan oleh sejumlah besar anak yang telah kehilangan tempat tinggal dan dipaksa untuk bermalam di luar ruangan, berisiko merusak kondisi kesejahteraan mereka.
"Temperatur udara pada siang hari naik mencapai 40 derajat dan para anak-anak terkena gigitan nyamuk di wilayah-wilayah yang telah menjadi zona endemic penyakit-penyakit tertentu, sepetuti demam berdarah dan malaria," ungkap Eliane Luthi, petugas UNICEF untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik dilansir, dari NHK News pada Selasa (8/4/2025).
Gempa bumi dengan kekuatan 7,7 skala Richter mengguncang Myanmar pada tanggal 28 Maret 2025, disusul oleh gempa aftershock yang mencapai magnitude 6,4. Kota Mandalay, sebagai pusat populasi terbesar kedua di negeri tersebut, menjadi titik fokus utama getaran ini. Dilaporkan lebih dari 3.500 jiwa telah melayang dan ribuan korban luka-luka lainnya, tidak sedikit di antaranya merupakan generasi muda.
1. Kelangkaan air minum dapat membahayakan kesehatan anak-anak
Luthi menyatakan bahwa masalah kurangnya pasokan air minum yang layak saat ini memang merupakan hasil dari beberapa faktor risikonya cukup tinggi untuk para anak di daerah itu.
"UNICEF merencanakan untuk mengirim sekitar 160 metrik ton peralatan, termasuk tenda dan obat-obatan, ke wilayah yang terdampak menggunakan pesawat sewaan dalam minggu ini. Namun, curah hujan tinggi memperumit upaya bantuan tersebut," katanya.
Di samping itu, UNICEF kini mengalami defisit dana yang signifikan dan menyerukan kepada komunitas global agar menyediakan bantuan dengan cepat karena permintaan di lokasi sangat tinggi.
2. Sebelum guncangan tersebut, 6,5 juta anak di Myanmar membutuhkan dukungan kemanusiaan.
Guncangan gempa utama beserta sekuelnya yang menggoyang Myanmar semakin memperparah kondisi kemanusiaan yang sudah sangat suram, dengan permintaan dari keluarga-keluarga naik secara signifikan tiap jam.
UNICEF menyatakan bahwa anak-anak merupakan salah satu kelompok yang paling terpengaruh akibat mengalami bahaya seperti cidera, trauma, pemisahan dari keluarga, serta gangguan pada stabilitas yang telah ada sebelumnya. Sejumlah besar keluarga yang sebenarnya telah berjuang untuk bertahan di lingkungan rawan, saat ini harus menghadapi tantangan tambahan berkaitan dengan kurangnya akses ke sumber daya dasar seperti air minum bersih, fasilitas kesehatan, dan tempat perlindungan aman.
Bahkan, sebelum guncangan gempa terjadi, lebih dari 6,5 juta anak di Myanmar sudah memerlukan dukungan kemanusian. Salah satu dari setiap tiga pengungsi di negeri tersebut merupakan anak-anak. Saat ini, bencana alam ini telah menambah tingkat krisis lainnya, mendorong keluarga-keluarga yang sudah sangat rawan ke ambang batas mereka.
3. Beberapa bandara yang terpengaruh oleh guncangan gempa sudah kembali berfungsi.

Penerbangan sudah mulai berjalan lagi di bandar-bandar udara yang ada di daerah terdampak gempa bumi tersebut. Otoritas lokal menyebutkan bahwa bandara di Kota Mandalay ditutup dan kemudian dibuka kembali pada hari Jumat, disusul oleh pembukaan ulang bandara internasional di ibukota Naypyitaw pada hari Sabtu.
Pada saat guncangan gempa bumi, berbagai kerusakan muncul di beberapa lapangan terbang yang tersebar di seluruh negeri Myanmar. Menara kontrol milik lapangan udara di ibu kota Naypyitaw ambruk sebagai akibatnya.
Diharapkan dengan dibukanya kembali bandara akan mempercepat distribusi bantuan ke tangan orang-orang yang memerlukan. Sebelumnya, sejumlah wilayah terdampak bencana menjadi tak bisa dilewati karena kondisi jalan, sehingga transportasi bahan bantuannya lewat darat sangatlah rumit untuk dilakukan.
Akibat dari musibah ini pula membuat rumah, tempat pendidikan, fasilitas perawatan medis, serta struktur vital lainnya rusak berat. Longsoran tanah dan jembatan roboh menimbulkan sebagian besar warga terisolasi dari pasokan listrik dan sinyal telepon genggam mereka.
No comments:
Post a Comment